Perjalanan itu akan terus berlangsung kawan, entah dimana jalan itu akan berakhir. Terkadang jejak itu terhapus angin yang membawa debu, terkadang oleh hujan yang menyegarkan. Hanya saja kita harus menentukan kapan waktu untuk berhenti dan kapan waktu untuk berdiri

GUNUNG WILIS

Pemula...!!! Mungkin kata itulah yang pantas buatku, karena memang perjalanan ke Gunung Wilis inilah awal aku menyukai hiking.
Gunung Wilis adalah sebuah gunung non-aktif yang terletak di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Gunung Wilis memiliki ketinggian 2552 mdpl.

Dari Surabaya tim kami mulai dari arah Kab. Tulungagung, turun dari bus langsung di berondong pertanyaan sama orang–orang yang katanya adalah sopir dan tukang ojek, tapi kamipun tak langsung mengiyakan mereka. Kami coba bertanya pada penjaga warung setempat sambil mencicipi teh hangat dan ngemil dulu sebelum akhirnya kami mendapat informasi dari orang–orang di warung tersebut, setelah sukses barulah kami memutuskan untuk mencarter sebuah mobil izusu renta dengan biaya Rp 15.000,- per orang untuk menuju ke kecamatan Sendang, sebenarnya ada angkutan pedesaan L300 yang biasa melalui rute ini dengan ongkos Rp 10.000,- hal ini kuketahui kelak saat kami pulang dari Wilis, tapi angkutan tersebut adanya Cuma pagi sampai sore sekitar jam tiga.

Tampaknya aku sangat kelelahan setelah duduk berhimpitan di bus, sehingga saat mobil yang kami carter berjalan terseok-seok menuju kecamatan Sendang aku masih asyik dengan buaian mimpiku, tapi alhamdulillah masih ada salah seorang temanku yang masih terjaga. Sekitar45 menit kami sudah tiba di kecamatan Sendang, seperti rencana semula, dari sini kami mulai perjalanan dengan berjalan kaki sebenarnya kita bisa minta di antar sampai dekat lokasi pendakian karena jalan sampai desa Nglurup dimana desa ini adalah desa terakhir untuk menuju ke kawasan gunung Wilis masih sangat layak di lalui oleh mobil, jalan berupa batu – batu kecil yang tertata sangat rapi hingga hampir menyerupai seperti paping. Dan rintik hujan masih saja mengiringi awal perjalanan kami, alhamdulillah kami sudah mempersiapkan ponco untuk mengantisipasinya.


Dari desa Sendang menuju gunung Wilis melewati dua desa yaitu desa Jambuok dan desa Nglurup, dimana jalannya banyak persimpangan sehingga harus banyak bertanya kepada warga sekitar, apalagi kami berjalan di tengah malam sehingga kami terpaksa harus nge-camp di emperan rumah penduduk di desa tersebut untuk menunggu terang sehingga bisa bertanya pada penduduk sekitar dan salah satunya karena kami ngga' da yang bawa tenda. hehehehe…


Subuhpun menjelang, tampak pohon–pohon pinus berjajar memenuhi pinggir–pinggir jalan desa tersebut, setelah sholat Subuh kami bertanya tentang rute menuju wilis kepada tuan rumah yang emperannya kami tempati untuk tidur, kami lanjutkan perjalanan dengan menyusuri jalan–jalan makadam kampung dan sering kali kami harus bertanya karena jalannya banyak persimpangan, Pemandangan desa penghasil susu dan sayuran menemani langkah kaki kami. Aroma khas kotoran sapi menjadi akrab di hidung. Terbayang nikmatnya segelas susu hangat di tengah cuaca pagi yang hujan. Akhirnya kami memasuki desa Nglurup desa terakhir yang harus kami lalui sebelum masuk kawasan pendakian, desa ini terletak pada sebuah lembah yang subur dan sejuk penduduknya banyak memelihara sapi perah dan air bersih sangat melimpah disini tapi rata–rata penduduk disini juga memelihara anjing jadi kita harus siap-siap digonggong ataupun di kejar. Akhirnya kami melewati daerah perbukitan yang sangat indah tanahnya bertingkat-tingkat kami menyusuri jalan setapak yang mengikuti aliran air yang sangat jernih dan deras sekitar satu jam setengah kami lewati jalan setapak yang membelah perbukitan akhirnya kami mulai masuk kedalam hutan yang sangat lembab.


Semak lebat dengan ketinggian melebihi tubuh menjadi etape awal pendakian. Dari sini rasa was-was akan pacet dimulai. Jangan-jangan mereka juga bersemayam di dedaunan basah yang merintangi jalan. Kalau ya, sudah pasti muka kami akan menjadi sasaran empuk. Syukurlah, pacet Wilis lebih suka berdomisili di tanah sehingga kami dapat bernafas dengan lega.


Makin ke atas vegetasi semak belukar kemudian berubah menjadi hutan yang lembab. Guguran daun menjelma menjadi humus yang menghiasi jalanan. Di sini petunjuk ke arah puncak mulai dapat kita temui. Dari sini pula terkadang jalanan dengan angkuh menunjukkan keterjalan dan kelicinannya. Yang pasti dari sinilah korban pacet mulai berjatuhan. Darah segera mengucur begitu gigitan pacet kita lepaskan dari kulit. Perlu waktu agak lama hingga darah berhenti mengucur. Rupanya zat anti pembekuan darah yang dilepas pacet cukup ampuh juga. Anehnya para korban mengaku tak merasa perih atau sakit meski darah segar terus mengucur. Mungkin ini juga salah satu pengobatan bekam alami selain nyamuk, yang memang sengaja mengeluarkan darah kotor dalam tubuh manusia.


Akhirnya sampailah kami di Watu Godeg 1609 mdpl. Batu besar dengan pepohonan di atasnya menandai tempat ini. Jurang menganga di sisi kanan, sementara di kirinya terdapat jalan menurun menuju ke air terjun. Kami berisitirahat di sini. Meskipun begitu kami memilih tetap berdiri atau berjongkok saja. Mau duduk rasanya tak rela jangan-jangan kaum pacet sudah bersiap-siap memangsa pantat kami.

Menikmati kehijauan gunung Wilis memberi beberapa pengalaman yang cukup berkesan. Dari tanjakannya, jalanan yang licin, menyeberangi sungai yang yang mengalir deras di antara bebatuan dimana tempat kami mengisi tempat persediaan air minum guna perbekalan sampai puncak, belum lagi perjuangan menghindari pacet hingga suasana hutan yang masih alami. Hijau, teduh dan tenang. Bagiku ini adalah pengalaman pertama yang menakjubkan. Subhanallah


Pukul 11.30 WIB akhirnya kami sampai pada titik tertinggi yang kami kira itu adalah puncak wilis, sebenarnya masih ada jalan untuk maju beberapa teman semangat untuk melanjutkan perjalanan tapi sebagian yang lain sudah tergurat wajah kecapaian di tambah kami tidak membawa tenda karena kami tidak menyangka medan Wilis bisa di tempuh dalam satu hari perjalanan, akhirnya kami putuskan untuk turun kembali, lagi-lagi dalam perjalanan turun kami sempat kehilangan arah dan tersesat karena teman yang di depan tidak menyadari telah melalui jalur yang salah dan hal ini lumayan membuat kami berputar mencari jalan keluar kekanan dan ke arah kiri ternyata jurang, alhamdulillah ada seorang temanku yang memutuskan untuk kembali naik melewati jalan yang sudah terbentuk tadi, yang akhirnya kami bisa menemukan jalan yang kami lalui waktu naik sebelumnya.


Pukul 15.00 WIB kami tiba di pintu keluar hutan yang juga kaki dari gunung Wilis, kami cuci tangan dan badan yang belepotan dengan keringat dan tanah sekalian mengecek adakah sang penghisap darah yang mampir ditubuh kami saat turun. Pukul 15.30 WIB kami tiba di daerah perbukitan yang terbuka, kami istirihat sebentar untuk menunaikan sholat.


Setelah sholat kami lanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan kami temukan sebuah Candi Penampihan, sayang candi yang dikelilingi pagar besi itu digembok sehingga kami tak bisa mendekatinya.


Malam pun semakin mengikuti perjalanan kami, kelelahan dan kelaparan pun ngga' bisa dipungkiri lagi. Setelah sedikit mengisi perut kami lanjutkan perjalanan hingga sampai di Kec. Sendang pukul 20.15 WIB, kami menemukan sebuah masjid Al Ikhlas namanya, kami minta izin untuk numpang bermalam di situ, ternyata orang-orangnya sangat ramah kami di persilahkan tidur dan mandi sepuasnya. Malampun berlalu dengan hangatnya sampai-sampai aku tak terasa kalau aku sedang ngorok (hehehe…). Adzan Shubuh pun berkumandang, kami pun hadir untuk menunaikan sholat Shubuh bersama dengan penduduk setempat.

Setelah sholat Subuh kami menunggu angkutan pedesaan dan sebentar saja kami sudah mendapatkannya, akhirnya sampailah kita di terminal Tulungagung dan di antar sebuah bus menuju kota Surabaya yang panas dan sesak.


Sebenarnya obyek wisata Gunung Wilis yang paling banyak adalah air terjun, namun tim kami hanya menemukan satu air terjun itu pun belum terjamah oleh kami. Ya maklumlah namanya juga pemula jadi peralatan pun belum memadai. Mungkin kelak ketika kami kunjung kesana lagi, kami sudah siap dengan peralatan yang lebih ok...hehehehe


Sampai saat ini Gunung Wilis belum begitu dikembangkan padahal puncaknya berada di perbatasan antara enam kabupaten yaitu Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, dan Trenggalek.
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar