Perjalanan itu akan terus berlangsung kawan, entah dimana jalan itu akan berakhir. Terkadang jejak itu terhapus angin yang membawa debu, terkadang oleh hujan yang menyegarkan. Hanya saja kita harus menentukan kapan waktu untuk berhenti dan kapan waktu untuk berdiri

Waspada Teman Buruk

Sesungguhnya keberadaan teman dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seseorang, terutama dalam hal sikap dan pemikiran. Pengaruh itu berjalan begitu cepatnya, ibarat menjalarnya racun yang masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah. Maka seseorang haruslah waspada dan berhati-hati dari teman yang buruk, karena banyak kenyataan yang membuktikan, bahwa seseorang yang tadinya baik-baik, ternyata dapat berubah dengan begitu cepat, lantaran terpengaruh oleh teman pergaulan yang buruk.

Inilah fakta kehidupan, Kitabullah dan Sunnah Rasul Shalallaahu alaihi wasalam pun mendukung dan menguatkannya, maka janganlah kita berpaling dari peringatan Allah, jika kita tidak ingin celaka dan sengsara dunia akhirat.

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Qur’an, ketika al-Qur’an telah datang kepadaku. Dan syaitan itu tidak akan menolong manusia”. (Al-Furqaan : 27-29)

Ayat ini turun berkenaan dengan persahabatan yang erat antara Ubay bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Mu’ith. Ketika itu Uqbah duduk di sisi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan mendengarkan ucapan beliau, lalu Ubay bin Khalaf memakinya dan dia terus memaki Uqbah, maka akhirnya dia pun murtad dari Islam karena cacian Ubay bin Khalaf, sehingga turunlah ayat tersebut.

Maka berhati-hatilah kita semua, waspada dari teman-teman yang buruk sebelum nanti di akhirat kita mengatakan, “Wahai celakalah aku, andaikan dulu aku tidak menjadikan si fulan sebagai temanku.”

Dari Abu Musa al Asy’ari Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dengan tukang pande besi. Seorang penjual minyak wangi akan memberi kamu minyak, atau kamu membelinya atau kamu akan mendapati bau yang harum darinya. Sedangkan pande besi, maka bisa jadi akan membakar bajumu dan bisa pula engkau akan mendapati darinya bau yang busuk.” (Muttafaq ‘alaih)

Seorang teman yang buruk diibaratkan pande besi, karena keberadaannya dapat membakar agama dan akhlak kita, merusaknya dan bahkan membinasakannya. Paling tidak kita akan mendapatkan komentar negatif, seperti, “Si fulan sekarang jadi temannya si anu.”

“Seseorang tergantung agama temannya, maka hedaklah salah seorang di antara kalian melihat dengan siapa dia berteman.”(HR. Abu Dawud)

Sebuah kisah yang disebutkan di dalam Ash Shahihain (Bukhari-Muslim), bahwa Abu Thalib ketika menjelang wafat didatangi oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, sedang di sampingnya ada Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahal. Maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata,”Wahai paman, ucapkan la ilaha illallah, kalimat yang akan aku gunakan untuk hujjah buatmu kelak disisi Allah!” Maka kedua orang tersebut langsung berkata kepada Abu Thalib,”Apakah engkau membenci agama Abdul Muthalib?” Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengulanginya, dan kedua orang itu juga mengulangi pertanyaanya, dan akhirnya paman Nabi tersebut meninggal di atas millah Abdul Muthalib.

Kisah ini memuat nasehat yang sangat berharga tentang besarnya pengaruh sahabat atau teman yang buruk. Kurang apa dengan paman Nabi ini, beliau seorang yang berakal jernih, mengetahui, bahwa Nabi Shalallaahu alaihi wasalam adalah benar, beliau membela dan menolong Nabi, mencintai Nabi yang merupakan salah satu keponakannya. Namun teman yang buruk telah mengingat kannya kepada ajaran terlaknat, ajaran syirik dan kufur, maka keduanya telah mempengaruhinya, sehingga dia meninggal di dalam millah Abdul Muthalib, meninggal di dalam kemusy rikan, wal ‘iyadzu billah.

Wahai saudaraku, terutama anda para pemuda, jangan anda mengatakan, “Saya tidak akan terpengaruh oleh teman pergaulan, hanya sekedar bergaul, tidak mengambil ucapannya dan tidak meniru kelakuannya. Sungguh ini adalah prinsip yang keliru, al-Qur’an dan Sunnah telah menolaknya dan kenyataan pun telah berbicara, sementara Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menyatakan, bahwa seseorang tergantung pada agama (tabiat) sahabatnya.

Maka secara tegas beliau Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan kita untuk bersahabat dengan orang yang baik-baik dan bertakwa, beliau bersabda,

“Janganlah engkau berteman, kecuali dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu, kecuali orang yang bertakwa.” (HR Abu Dawud)



Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar